Cairo, Kota Tua Yang (Masih) Memesona
Teks
& foto: Adi Supriyatna
Sebagai
salah satu tertua di dunia, Cairo menyimpan beragam keunikan. Mulai
dari bagunan megah berukuran raksasa- yang masuk dalam daftar
kejaiban dunia – hingga kisah perjalanan peradaban manusia yang
masih menjadi misteri hingga kini.
Udara
siang itu cukup panas. Debu melayang-layang mengikuti arah angin
berhembus. Untunglah, kala itu saya terlindung di sebuah bangunan
raksasa yang dilengkapi penyejuk ruangan, yang tak lain adalah
bandara internasional Cairo, Mesir.
Sebagai
ibukota negara yang memiliki lambang burung elang emas ini, Cairo
menjadi salah satu saksi akan peradaban umat manusia dan banyak
menyimpan berbagai kisah unik dan menarik untuki ditelusuri yang tak
hanya tercatat dalam berbagai buku sejarah dunia, tapi juga kitab
suci sejumlah agama. Itu pula yang kemudian menjadi magnet bagi
wisatawan dari seluruh belahan dunia.
Menyusuri
jalan raya yang membelah kota Cairo sore itu, menjadi kegiatan
menarik. Setidaknya, dari sini cukup memberi gambaran umum akan
suasana kota ini. Suasana kotanya yang kering kering dan sedikit
berdebu, didominasi warna cokelat, senada dengan warna gurun pasir
yang mengelilinya. Sebuah sungai yang besar, yakni sungai Nil,
membelah kota.
Besarnya
sungai Nil memang bukan isapan jempol semata. Kebesaran sungai ini
langsung terasa ketika kami berhenti sejenak di sebuah jembatan yang
terbentang di salah satu sudut kota. Dari sini, pandangan mata saya
seolah tersihir, mengikuti alur Sungai Nil yang menghilang di sebuah
kelokan nun jauh di sana.
Hal
unik lain yang dijumpai adalah, kondisi kota Cairo tak semodern yang
saya bayangkan. Di jalanan masih banyak dijumpai kendaraan roda empat
tipe klasik sejenis VW Combi, Fiat, yang lalu-lalang. Beberapa
diantaranya masih digunakan sebagai transportasi umum bagi warga
setempat.
Setelah
menjelajahi kota, kami menuju penginapan di Giza. Berupa cottage,
di sekitarnya terdapat pepohonan kurma yang tinggi menjulang.
Kamarnya pun cukup nyaman sehingga istirahat bisa terasa lebih
maksimal.
Hiburan
dari Sungai Nil
Hari
mulai berganti. Matahari makin condong ke barat, dengan cahayanya
yang makin meredup. Lampu-lampu mulai menyala, menyambut datangnya
sang malam dan menerangi jalan dan bangunan yang berdiri di
sekitarnya.
Malam
itu, ada sebuah agenda yang telah disiapkan oleh pemandu perjalanan,
yaitu menyusuri sungai Nil.
Setelah
tiba waktunya, saya dan rombongan pun meninggalkan halaman parkir
hotel dengan diangkut sebuah bus. Ukurannya cukup besar untuk
mengakut rombongan kami yang berjumlah kurang dari 15 orang.
Menyusuri
jalan-jalan kota Cairo diwaktu malam, ternyata menyuguhkan kesan
tersendiri. Kondisi jalan tak sesunyi yang dibayangkan. Terlebih
ketika melintasi sebuah jembatan, jalanan dipenuhi orang yang
lalu-lalang dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan seperti ada
sebuah perayaan tertentu malam itu.
Kami
melintasi bagian kota yang lebih tenang. Di kiri kanan jalan berdiri
bangunan bertingkat yang megah yang dihiasi lampu yang gemerlap. Tak
lama berselang, bus pun berhenti di sebuah area yang berada persis di
sisi sungai besar, yang tak lain adalah sungai Nil.
Momen
yang ditunggu pun akhirnya tiba. Kami dipersilakan masuk ke kapal
untuk memulai perjalanan yang dikemas dengan nama ’Nile Cruise’.
Trip
dengan perahu di sungai Nil ini memang salah satu paket perjalanan
andalan di Cairo dan banyak diminati turis asing.
Trip
yang ditawarkan sendiri cukup beragam. Ada yang hanya hitungan jam
hingga beberapa malam, layaknya criuse
dengan kapal pesiar mewah dengan beragam fasilitas ala hotel bintang
di tengah samudra. Peserta trip
ini bisa mencapai ratusan orang dalam setiap trip-nya.
Paket yang saya dan rombongan ambil kali ini, adalah paket dalam
katagori singkat, dimana hanya sekitar 2 jam saja.
Ada
dua agenda utama dalam trip
ini. Selain dinner,
ada pula hiburan. Dinner
sendiri disediakan dengan cara buffet
dan tersedia aneka menu internasional dan ala Timur Tengah yang bisa
dinikmati setiap peserta. Alhasil suasana dinner
malam itu pun terasa berbeda karena, sambil bersantap, kami pun
dihibur oleh bintang-bintang di langit yang bertaburan dan panorama
kota Cairo di waktu malam yang nampak di kejauhan.
Usai
bersantap, giliran berikutnya adalah acara hiburan di dalam salah
satu ruangan kapal. Sebagai awalan, para tamu dihibur dengan atraksi
tarian yang dilakukan oleh pria yang diiringi oleh tabuhan gendang
dan alat musik khas arab. Gerakan penari yang berputar-putar sambil
sesekali melakukan gerakan akrobatik membuat penonton sangat
terhibur.
Suasana
makin memanas ketika penari belly dance
muncul di tengah arena. Tarian yang dilakukan penari wanita yang
dibalut dengan busana tradisional yang seksi, plus goyangan
pinggulnya yang khas mampu membius seluruh mata yang menyaksikannya.
Sesekali sang penari bahkan mengajak para turis untuk ikut menari di
tengah arena. Tepuk tangan dan terikan sejumlah penonton makin
membuat suasan makin meriah.
Piramida
Giza
Berkunjung
ke Cairo, maka belumlah terasa lengkap bila tidak singgah di sebuah
dataran tinggi di Giza. Sebab di sinilah tempat sebuah monumen
raksasa yang masuk daftar kejaiban dunia dalam daftar UNESCO berdiri,
yakni piramida.
Piramida
yang terdapat di Giza adalah sebuah karya agung peradaban manusia
yang spektakuler. Struktur raksasa berusia lebih dari 5 ribu tahun
yang lalu ini memiliki ukuran atau besar yang sangat fantastis.
Ukuran piramida terbesarnya setara dengan 30 kali gedung Empire State
di AS. Hal itu pula yang membuat bangunan ini bisa nampak bila
dilihat dari bulan.
Hampir
semua orang yang menyaksikan monumen ini pasti akan terkesima,
termasuk tokoh besar dunia Napoleon Bonaparte. "From
atop these pyramids, forty centuries look down upon you,"
begitu kata Napoleon kepada para tentaranya sebelum menduduki Giza
pada 1798.
Piramida
sendiri sejatinya adalah makam raja-raja atau kaum bangsawan di
Mesir. Piramida-piramida ini diperkirakan dibangun sejak awal
berdirinya kerajaan Mesir kuno, dimulai sejak era dinasti pertama
Mesir, raja Wadj (Jed), dinasti kedua Nenetjer, dinasti ke-4 raja
Khufu (Cheops).
Piramida
di Giza tersebar di beberapa lokasi serta ukuran atau besar yang
berbeda. Di sini terdapat 3 buah piramida besar yang dikelilingi oleh
beberapa piramida lain yang berukuran lebih kecil.
Selain
menyaksikan piramida dari beberapa spot
yang disediakan, wisatawan juga dapat menikmati suasana piramida dari
atas pelana keledai yang bisa disewa dari pemilik yang berkeliaran di
sekitar piramida.
Hanya
saja, untuk menikmati trip
ini perlu hati-hati dengan para pemiliki keledai karena tak sedikit
turis yang lalu merasa ”tertipu” lantaran harus membayar cukup
mahal dari perkiraan.
Di
bagian akhir kunjungan, kami singgah di kawasan patung unik yang
dikenal dengan nama Sphinx. Dalam mitologi Mesir kuno, Spihnx adalah
binatang unik karena bertubuh singa dan berkepala manusia. Singa
melambangkan kegagagahan dan kepala manusia melambangkan kelembutan
yang dimiliki manusia.
Keberadaan
Piramida dan peninggalan arkeologi lainnya di Giza telah berupaya
dikupas oleh para peneliti maupun pakar arkeologi dunia sejak tahun
1800-an. Namun, hingga hari ini penelitian itu belum berakhir dan
kisah asli yang terpendam di kawasan Giza masih jadi misteri yang
belum terungkap.
Old
Cairo
Satu
lagi lokasi menarik untuk dikunjungi di Cairo adalah sebuah kawasan
yang dikenal dengan sebutan Old Cairo (Cairo tua). Disebut demikian
karena kawasan ini dipercaya sebagai kawasan pemukiman tertua dari
Cairo. Pakar sejarah Mesir percaya bahwa kawasan yang berada di
daerah Masr al-Qadima ini adalah telah ada sejak abad ke-6 sebelum
Masehi. Ketika pengaruh Romawi bekibar di belahan dunia, tempat ini
dibangun sebuah benteng yang ’jejaknya’ masih bisa disaksikan
sampai sekarang.
Pada
masa kristen berkembang, Old Cairo menjadi pusat agama di Mesir.
Jejak pengaruh kristen di sini ditandai dengan adanya tujuh bangunan
yang bernilai sejarah, yaitu Coptic Museum, Hanging
Church (gereja Bunda Maria). Berada di
dalam didinding, di dekat pintu air yang dibangun Romawi ini banyak
disebut sebagai gereja tertua di Cairo.
Bangunan
bersejarah lainnya adalah gereja St. George, gereja St. Sergius (Abu
Serga), sinagoga Ben Ezra
– tempat ibadah pemeluk yahudi dan gereja St.
Barbara yang didedikasikan untuk
seorang gadis yang berkorban untuk orang tuanya.
Tak
hanya bernilai sakral bagi penganut kristen dan yahudi, Old Cairo
juga memiliki nilai penting bagi umat islam. Di bagian utara tempat
ini terdapat masjid tua yakni masjid Amr
Ibn al-As. Masjid yang dibangun pada tahun
642 Masehi ini adalah masjid tertua di Cairo.
Kisah
Cikal Bakal Kertas
Menurut
sejarah Mesir kuno dikisahkan bahwa kertas, sebagai media untuk
menulis sekarang ini, telah ditemukan oleh orang Mesir sejak berabad
silam. Kala itu, mereka membuat kertas dengan menggunakan bahan dari
papirus, tumbuhan yang banyak terdapat Mesir.
Di
Cairo masih ada beberapa lokasi unik dimana kita bisa menemukan
kertas tempo dulu berikut bahan aslinya. Lokasi ini pun menjadi salah
satu agenda wisata di Cairo dan banyak dikunjungi para wisatawan
mancanegara, yang salah satunya adalah Papyrus Museum.
Sesaat
memasuki Papyrus Museum pengunjung akan disambut beragam karya seni
berupa lukisan bertema Mesir kuno yang terbuat dari papirus yang
dipampang di dinding ruangannya. Selanjutnya, wisatawan akan
diarahkan menuju sebuah ruangan khusus untuk menyaksikan demo membuat
kertas dari papirus yang diperagakan oleh staf showroom
ini.
Demo
pembuatan kertas ini relatif singkat sehingga tak akan membuang waktu
terlalu lama. Tempat ini juga mengizinkan pengunjung yang ingin
membeli karya seni berbahan kertas papirus untuk suvenir.
***
Foto-foto lebih lengkap, silakan klik di sini