Lingga, Sang Bunda Tanah Melayu
Kota
Daik, Kota
Terbesar di Pulau Lingga, Kepulauan Riau,
sore itu terasa begitu tenang. Tak banyak aktivitas warga yang
nampak. Rumah-rumah yang berjajar di tepi jalan nampak lengang. Hanya
beberapa kedai kopi yang masih terlihat melayani pengunjung setianya.
Kondisi
tersebut mungkin terasa kontras dengan keadaan beberapa dekade silam.
Pasalnya, Daik adalah pusat Kerajaan Riau-Lingga yang berkuasa hingga
seabad lamanya. Karena itu pula, wilayah ini pun kerap disebut-sebut
sebagai ‘Bunda Tanah Melayu’. Kini, Daik merupakan ibukota
Kabupaten Lingga dan termasuk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau
(Kepri).
Membahas
Kota Daik, tak bisa dilepaskan dari keberadaan sebuah gunung yang
menjulang tinggi di Pulau Lingga, yang dikenal dengan Gunung Daik.
Selain menjadi dataran tertinggi di Kepri dan bentuknya yang khas,
gunung ini
menyimpan sejumlah mitos bagi warga Riau dan sekitarnya. Oleh warga
setempat, Gunung Daik masih dipercaya sebagai tempat yang sakral.
Gunung ini dipercaya dihuni oleh orang bunian
(makhluk khayangan).
Gunung
Daik memiliki tiga puncak yang bisa nampak dari kejauhan. Gunung Daik
adalah puncak tertinggi, dan “cabang” bagian tengah disebut
Pejantan alias Pinjam Pinjaman. Sedangkan puncaknya yang paling
rendah dikenal dengan nama Cindai Menangis. Gunung ini pun tertulis
dalam sebuah pantun yang populer di Riau hingga Malaysia, sampai
sekarang.
Bagi
para petualang, Gunung Daik menawarkan tantangan tersendiri. Banyak
pendaki gunung yang telah berusaha menjamah puncaknya. Karena itulah,
kini gunung ini pun telah ditetapkan sebagai destinasi wisata minat
khusus.
Sebagai
kota yang pernah menjadi pusat kerajaan paling berpengaruh di Selat
Malaka dan Semenanjung Malaya, di Daik terdapat sejumlah peninggalan
yang memiliki nilai historis dan sayang bila dilewatkan begitu saja.
Jejak
Kesultanan Lingga
Museum
Mini Linggam Cahaya adalah salah satu lokasi yang tepat untuk
mengenal Lingga lebih dekat, seperti
kunjungan saya bersama rombongan hari itu.
Sebab
museum yang
dibuka sejak tahun 2003 ini menyimpan
beragam koleksi peninggalan Kerajaan Riau-Lingga yang bernilai
sejarah dan sarat dengan nilai budaya yang luhur.
Sejumlah
koleksi yang dapat ditemukan antara lain, paha
(tempat lauk pauk), keto
(tempat sampah), persenjataan, alat kesenian serta koleksi lainnya.
Sayangnya,
Museum Mini
Linggam Cahaya tidak terlalu luas sehingga
ruang pamer museum ini terasa sesak dan penataan koleksinya masih
kurang terlihat nyaman.
Di
sekitar museum, pengunjung juga dapat menyaksikan atraksi tarian
Melayu yang dimainkan oleh anak-anak yang tergabung dalam sebuah
sanggar seni.
Tak
hanya itu, pengunjung juga dapat berburu suvenir khas Lingga yang
ditawarkan sebuah showroom.
Yang menarik, di tempat ini juga terdapat workshop
dimana pengunjung juga dapat menyaksikan aktivitas para perajin yang
tengah menyulam kain khas Lingga tersebut.
Hanya
beberapa puluh meter dari Museum
Mini Linggam Cahaya terdapat situs sejarah
terkait Kesultananan Lingga tempo dulu. Dikenal dengan Istana
Damnah, situs
ini merupakan eks istana yang dibangun pada
masa pemerintahan Sultan Badrul Alamsyah II, pada 1860 silam.
Secara
fisik, istana ini memang tak lagi utuh. Namun demikian, kita masih
bisa menjumpai beberapa elemen bangunan yang tersisa, seperti tangga
dan beberapa eks pondasi bangunan yang terlindung pepohonan di
sekitarnya.
Dari
situs Istana Damnah, kunjungan bisa dilanjutkan ke sebuah situs lain
yang namanya terdengar unik, yakni Bilik
44.
Dirancang
oleh Sultan Muhammad Syah (1832-1841), angka 44 pada situs ini
sebenarnya mengacu pada jumlah ruangan yang sedianya akan digunakan
sebagai rumah tinggal Sultan Lingga. Tapi, bila dicermati dari desain
yang tersisa, jumlah ruangan yang nampak hanya 32 ruangan saja sebab
bangunan ini urung berdiri lantaran Sultan Mahmud Muzzafar Syah
terlanjur turun tahta.
Pantai
Menawan
Di
sekitar Kota Daik juga terdapat destinasi wisata alam dan salah
satunya adalah Pantai Pasir Panjang.
Jutaan
butir pasir yang terhampar dan sebagai batas
daratan dan lautan, menjadi daya tarik utama dari Pantai
Pasir Panjang.
Selain itu,
suasananya yang alami serta letaknya yang
mudah dijangkau dari pusat Kota Daik, membuat pantai ini jadi favorit
warga setempat untuk berlibur atau wisatawan.
Bila
ingin suasana yang lebih seru, wisatawan juga dapat menyewa kayak dan
menjelajahi sekitar pantainya yang berarus tenang.
Daik
memang belum sebesar Tanjungpinang atau Batam yang memiliki beragam
sarana dan fasilitas kelas bintang bagi wisatawan. Meski demikian, di
kota ini terdapat fasilitas penginapan dan rumah makan.
Di
sisi lain, kondisi ini tentu jadi daya tarik tersendiri, terutama
bagi mereka yang ingin kembali menikmati kembali indahnya
kesederhanaan.
***
Teks & Foto: Adi Supriyatna