Surabaya, The Sparkling City



Surabaya terus bergeliat. Gedung-gedung pencakar langit yang terang-benderan di kala malam, menjadi bukti akan geliat dari kota ini. Tak salah bila kota ini mengusung “Sparkling Surabaya” sebagai tagline dari sang Kota Pahlawan.



Bagi para traveler, memilih penginapan di Kota Surabaya juga seperti membalikkan tangan. Sebab kota ini menawarkan beragam pilihan akomodasi dari mulai hotel bintang lima hingga melati dengan harga bervariasi.

Simbol Perlawanan
Istilah “Surabaya” memiliki kisah yang menarik untuk telusuri. Menurut sebuah catatan, istilah “Surabaya” lahir dari Sura atau suro (hiu) dan Baya atau boyo (buaya) yang muncul seiring dengan terjadinya pertempuran, antara tentara Majapahit dan tentara Tartar dari Mongol yang ingin menaklukkan Majapahit, pada 31 Mei 1293. Suro dianggap sebagai representasi dari Raden Wijaya dan Boyo sebagai gambaran dari pasukan Khubilai Khan.

Peristiwa di atas menjadi catatan penting bagi Surabaya. Momen kemenangan Prabu Wijaya atas pasukan Mongol itu pun kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Menyebar Benih Perdamaian
Tak hanya tumbuh menjadi sebuah kota yang modern, Surabaya juga kota yang agamis. Di kota ini terdapat sejumlah situs yang nyaris selalu dikunjungi oleh umat Islam untuk berwisata rohani. Selain Masjid Agung Sunan Ampel, ada sejumlah situs di kota ini yang juga kerap didatangi umat Muslim dari berbagai wilayah di Tanah Air.



Salah satu situs unik sering disinggahi umat muslim adalah Masjid Muhammad Cheng Hoo. Diambil dari nama seorang laksamana besar dari China yang dikirim untuk melakukan misi perdagangan dan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di kawasan Asia.

Resmi digunakan pada tahun 2003 silam, Masjid Muhammad Cheng Hoo terletak di tengah kota. Masjid yang digagas oleh HMY Bambang Sujanto dari PITI ini memiliki arsitektur kental dengan tradisi Tionghoa dan diilhami dari Masjid Niu Jie, di Beijing yang dibangun pada tahun 996 Masehi. Bangunannya berukuran 11 x 9 meter tersebut didominasi warna hijau, merah dan kuning.

Sejumlah elemen di masjid ini memiliki makna tersendiri. Misalnya, ukuran 11 meter pada bangunan utamanya mengacu pada ukuran asli Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim. Sementara angka 9 meter merujuk pada jumlah Wali Songo – penyebar Islam di Tanah Jawa. Bentuk kubah masjid seperti yang ada di klenteng adalah cerminan atas identitas etnis Tionghoa, sekaligus untuk mengenang para leluhur. Sementara, relief tentang Cheng Hoo ketika mengarungi samudra, di sisi kanan masjid, mengandung pesan kepada umat muslim Tionghoa, agar tidak risih dan sombong sebagai umat Islam.

Kota Para Pejuang
Tugu ini sangat erat kaitannya dengan kota Surabaya. Sebab tugu setinggi 41,5 meter tersebut menjadi simbol dari perjuangan pemuda-pemudi Surabaya dalam menghadapi kaum kolonial beberapa dekade silam. Itulah Monumen Tugu Pahlawan.





Di bagian depan komplek Monumen Tugu Pahlawan terdapat relief yang menggambarkan perjuangan Arek-arek Suroboyo dan patung Bapak Proklamator. Menyususuri pedesterian di antara taman hijau dan asri di kawasan ini, juga menjadi pengalaman tersendiri. Kita akan menjumpai sejumlah benda bernilai sejarah terkait dengan Perjuangan 10 November 1945, seperti mobil yang dulu digunakan Sutomo alias Bung Tomo, tokoh pejuang di Surabaya, dan senjata-senjata hasil rampasan yang selanjutnya digunakan pejuang Surabaya dalam menghadapi tentara Sekutu.

Ada satu situs lain yang menarik disinggahi yaitu museum. Di museum berlantai dua ini, para pengunjung akan disuguhkan berbagai benda dan visualisasi terkait dengan perjuangan Arek-arek Suroboyo ketika menghadapi tentara sekutu. Ada pula diorama yang menggambarkan para pemuda tengah menyimak pidato Bung Tomo yang disiarkan oleh RRI Surabaya. Tak hanya dapat melihat dan membayangkan, pengunjung juga dapat mendengarkan rekaman suara asli Bung Tomo yang membakar semangat.






Selain memendam kisah heroik para pahlawan, Surabaya juga memiliki sejumlah lokasi yang menyimpan kisah masa lalu yang penuh inspirasi bagi generasi saat ini. Salah satu tempat tersebut adalah sebuah bangunan cagar budaya di kawasan Surabaya Lama, yakni House of Sampoerna (Taman Sampoerna 6, Surabaya; Tel: (031) 3539000; www.houseofsampoerna.museum).

House of Sampoerna (HoS) merupakan representasi dari kisah hidup Liem Seeng Tee (alm)-- sang pendiri perusahaan rokok legendaris, Sampoerna--berikut filosofi yang dipegang teguh dalam menjalankan bisnis dan kehidupannya. Living museum masih digunakan sebagaimana aslinya, misalnya sebagai pabrik pembuatan rokok kretek dan rumah tinggal keluarga sang pendiri perusahaan.

Ruang museum terletak di bangunan tengah bergaya Belanda dan terdapat empat buah pilar. Di sini tersimpan beragam koleksi, mulai dari replika warung yang pernah digunakan keluarga Pak Liem, sepeda kendaraan operasional dulu, aneka jenis tembakau yang digunakan oleh perusahaan Sampoerna, miniatur tungku pengeringan tembakau hingga meja kerja Pak Liem.



Di lantai dua museum, pengunjung akan diajak menyaksikan langsung proses pembuatan rokok kretek menggunakan cara dan peralatan tradisional. Aksi para pekerja yang licah dan cepat akan membuat siapa pun kagum ketika melihatnya. Di lantai ini juga terdapat outlet yang menawarkan beragam suvenir, benda kerajinan hingga busana batik.

Tak hanya itu, HoS juga dilengkapi galeri seni yang menampilkan ragam lukisan, foto-foto dan kreasi seni bermutu dari para seniman di Surabaya maupun Tanah Air lainnya. Sementara, bagian lain yang juga menarik adalah kafe unik berinterior art deco, menyuguhkan aneka hidangan Asia dan western.

Pengunjung HoS juga dapat menikmati sebuah program trip seru bertajuk Surabaya Heritage Track (SHT). Program ini membawa para wisatawan untuk mengunjung sejumlah lokasi bernilai sejarah di kota Surabaya. Yang menarik, wisatawan akan diantar dengan sebuah bus khusus berdesain seperti trem yang pernah beroperasi di Surabaya pada masa lalu. Bus ini akan melayani wisatawan tiga kali sehari (dari jam 9.00 – 17.00) dan dapat dinikmati secara gratis.

Mengagumi Kemegahan Suramadu
Suasana Kota Surabaya menjelang senja, di saat weekdays, mungkin tak ubahnya seperti Jakarta. Mobil, sepeda motor hingga becak, memadati ruas-ruas jalan yang membentang di tengah kota dan menciptakan sebuah kondisi menjemukan.



Kendati demikian, ada cara yang bisa dilakukan untuk mengusir rasa jenuh akibat ‘ritual’ seperti ini, yaitu menyaksikan kemegahan Jembatan Nasional Suramadu atau Jembatan Suramadu. Jembatan tersebut memang bisa dikatakan sebuah fenomena baru di Surabaya. Resmi dioperasikan pada tahun 2009, jembatan Suramandu terbentang sepanjang 5,4 kilometer, menghubungkan Pulau Jawa dan Madura.

Selepas senja, lampu-lampu di Jembatan Suramadu akan menyala dengan warna berubah-ubah menyuguhkan pemandangan yang cantik. Untuk menikmati kemegahan jembatan ini, wisatawan dapat melakukannya dengan singgah di kedai-kedai yang berjajar di kawasan di Kenjeran Lama atau kawasan Tambak Wedi.

Fun at Kenjie Beach
Pantai Kenjeran atau yang juga popular dengan sebutan Kenji telah lama menjadi lokasi pantai wisata favorit bagi warga kota Surabaya dan sekitarnya. Lokasinya yang hanya sejengkal dari pusat kota membuat kawasan tersebut diserbu pengunjung yang ingin lari sejenak dari rutinitas.






Pantai Ria Kenjeran adalah salah satu area wisata. Selain menyuguhkan panorama pantai, kawasan wisata terpadu ini dilengkapi dengan sejumlah arena rekreasi keluarga, mulai dari pusat kuliner, sampai wahana bermain anak. Di pantai ini juga terdapat sebuah vihara bagi pemeluk agama Buddha/Tao. Yang membuat vihara ini bertambah unik adalah adanya sebuah patung Buddha raksasa berwarna emas.

Beberapa kilometer dari Pantai Ria, ada sebuah pantai wisata lain yang dikenal dengan sebutan Kenjeran Lama. Pantai wisata ini menawarkan suasana yang sedikit berbeda, dengan adanya jetty sehingga wisatawan bisa berjalan-jalan ke tengah laut dengan mudah.

Menjelajah Lambung Kapal Selam
Selama ini Anda mungkin hanya bisa mendengar atau bahkan melihat dari foto atau layar kaca saja. Nah, saat di Surabaya, Anda tak hanya bisa melihat kapal selam perang secara langsung, tapi juga ikut masuk ke dalam lambung kapal selam perang. Di Surabaya terdapat sebuah lokasi yang memungkinkan siapa saja dapat menyaksikan kapal selam tempur secara langsung, yaitu di Monumen Kapal Selam (Monkasel).





KRI Pasopati 410, demikian nama kapal selam yang terdapat di Monkasel. Kapal buatan Rusia dengan panjang 76 meter dan bobot 1.048 ton tersebut merupakan salah satu kapal selam yang pernah digunakan TNI AL. Tapi, kapal selam yang pernah berdinas sejak tahun 1962 ini telah “pensiun” dan sejak tahun 1998 dijadikan wahana pendidikan bagi generasi muda.

Pengunjung dapat menjelajahi lambung kapal selam KRI Pasopati dan menyaksikan sejumlah ruangan serta peralatan yang digunakan, misalnya ruangan torpedo, ruang tidur, dan peralatannya. Uniknya, sebagian instruksi atau keterangan pada komponen ini masih menggunakan bahasa Rusia sampai sekarang. Di area monkasel juga terdapat ruang videorama yang menayangkan film bertema kapal selam dan perjuangan dan bisa dinikmati dari jam 9.00 sampai 21.00.

Serunya Kuliner Surabaya




Surabaya juga memiliki sejumlah kuliner unik dan lezat. Oleh sebab itu, disela-sela perjalanan, pastikan untuk mencicipi menu khas Arek Suroboyo. Sebagian hidangan yang ada mungkin sudah banyak dijumpai di luar Surabaya. Akan tetapi, menikmati menu tersebut di kota asalnya, tentunya akan memberikan sensasi beda.

Rujak Cingur adalah salah satu menu unik wajib dinikmati. Hidangan ini berisikan sayuran, lontong disiram saus kacang kental berwarna kehitaman dan potongan cingur (daging hidung sapi). Rasanya sangat gurih, sangat pas untuk disantap di siang hari.

Ada dua jenis Rujak Cingur, yakni matengan dan mentahan. Matengan berarti semua bahan atau sayuran yang digunakan telah dimasak atau direbus. Sebaliknya, pada mentahan, ada bagian tertentu (sayuran) yang masih mentah, layaknya karedok di Jawa Barat. Menemukan Rujak Cingur cukup mudah, karena menu ini telah banyak disediakan oleh rumah makan, dari dari kelas tenda sampai restoran mahal.

Rawon juga menu khas yang banyak ditawarkan di rumah makan. Layaknya soto, hidangan ini berisi daging sapi dengan kuahnya berwarna gelap. Bila disantap bersama kerupuk dan perkedel akan membuat hidangan ini terasa lebih nikmat.

Rawon Kalkulator merupakan salah satu kedai yang banyak diminati. Selain lezat, pelayanan di kedai kawasan Taman Bungkul ini sangat unik. Ketika menghitung pesanan tamunya, pelayannya akan menjumlah nilai pesanan setiap tamu dengan melafalkan harga setiap menu satu per satu dengan cepat, layaknya teknik menambah angka pada kalkulator. Menariknya, hasil perhitungannya sangat akurat. Tidak percaya? Silakan dites sendiri.

Satu lagi kuliner khas milik Surabaya. Masih berbasis daging menu ini dikenal dengan nama Sate Klopo alias sate kelapa. Disebut demikian, karena sate tersebut menggunakan bumbu kelapa dan dihidangkan dengan bumbu kacang serta nasi putih. Bila ingin lebih mantap, Anda dapat menambahkan sambal atau kerupuk.

Sate tersebut menggunakan daging sapi (Rp17 ribu/porsi) dan ayam (Rp10 ribu/porsi). Tapi, bila ingin mendapatkan rasa original, pesanlah sate daging sapi. Sebab sate inilah yang pertama kali dijual di kedai yang buka sejak tahun 1945 silam.




Untuk mencicipi Sate Klopo Anda cukup menuju kedai Sate Klopo Bu Asih di kawasan Ondomohen (Jalan Walikota Moestadjab). Anda pun bisa berkunjung lebih leluasa, karena dibuka dari jam 06.30 pagi hingga 11.30 malam.

Walau kondisinya tergolong sederhana, kedai yang dikelola oleh Ibu Asih Soedarmi ini telah banyak mendapat award (misalnya, Kirana Award 2010) dan disinggahi kalangan selebritis. Hal itu tampak dari foto-foto yang terpampang di dinding kedai.

Surabaya juga merupakan surga bagi penggemar hidangan berbasis daging Bebek. Beragam hidangan bebek lezat dan empuk tersedia untuk para pelancong. Banyak pilihan tempat untuk menyantap hidangan ini, tapi salah satu rumah makan yang terkenal adalah Bebek Sinjay, di Bangkalan, Madura.

Selain kaya kuliner tradisional, Surabaya pun memiliki kawasan kuliner, yang selain menawarkan aneka hidangan juga bersuasana ciamik. Sebuah kawasan kuliner patut Anda singgahi adalah Gwalk Food Arcade.

Terletak di dalam kawasan perumahan elit di sisi barat Surabaya, Gwalk dirancang sebagai sebuah kawasan kuliner terpadu. Di kedua sisi jalan yang membelah kawasan ini, berjajar puluhan kafe maupun restoran berkelas berikut beragam menu. Malam hari adalah waktu yang tetap untuk bersantap di Gwalk. Di lokasi ini juga kerap digelar event dan festival untuk memeriahkan, sekaligus menghibur para pengunjung.

***

Teks & Foto: Adi Supriyatna